SEKALI waktu, masuklah
ke WC Umum di persimpangan pasar dan perkantoran. Aku salah seorang
pelanggannya. Entah karena apa, setiap ingin buang air kecil, aku selalu
menahannya untuk dibuang selepasnya di WC Umum itu. Barangkali aku ketagihan
kencing di situ.
Awalnya, saat sedang
memancarkan air seni, mataku iseng menangkap banyak tulisan di dinding.
“Hidup Amran!” Tulisan
dengan spidol hitam itu, besoknya ditambahin di bawahnya. “Hidup Yogi!”, “Hidup
Roni!”, “Asep Juga Hidup!!”, “Pokoknya HIDUP SEMUANYA!!!”
Pasti penulis kata-kata
itu berbeda orangnya. Bentuk tulisannya memang mengisyaratkan itu. “Hidup
Yogi!” terlihat lebih rapi dari yang lainnya. “Pokoknya HIDUP SEMUANYA!!!”
ditulis dengan arang dan lebih besar hurup-hurupnya.
Di atas kloset yang di
sudut, ada puisi dengan krayon gambar.
“Rina, mengapa cintaku
kau telantarkan
aku menunggumu di depan
kios ikan
sampai kaki kesemutan
nyatanya kau tlah
meninggalkan
yang
merana
Ridwan”
Di bawahnya berderet
komentar. “Cinta memang BAJINGAN!” “Kalau takut tertusuk duri, jangan petik
setangkai mawar…” “Cengeng luh! Kalo kagak ada si Rina! Cari aja si Rani!”
Minggu berikutnya, di
atas semua tulis itu ada huruf besar-besar dengan arang. “Jangan Mengotori
Tembok ini Goblok!!!” Besoknya segera ada komentar di bawahnya. “Kamu yang
tutulisan, anjing!” “Dasar semuanya babi, gajah, harimau, ular, tikus, dan
teman2nya!!!!!!!!”
Aku tersenyum
membacanya. Selalu begitu. Minimal aku selalu terhibur setelah membaca
tulisan-tulisan di dinding WC Umum ini. Lebih jauhnya, setelah membaca
tulisan-tulisan lainnya, aku merasa ada sesuatu yang melegakan. Seperti kebelet
ingin kencing kemudian tersalurkan di tempat yang tepat.
Seperti suatu hari aku
mendapatkan sebuah tulisan di dinding sebelah lain.
“HIDUUPPP ….. BURUH
INDONESIA!!!!!” Tulisan dengan hurup besar itu ditulis dengan pilok. Mungkin
penulisnya sudah mempersiapkannya. Karena bila tidak terencana, buat apa
membawa pilok ke dalam WC Umum?
Besoknya di bawah
tulisan itu ada tulisan lainnya. “Polisi Sialan!” “DPR Sialan!” “Pengacara
Sialan!” “Politikus…Pasti Si … Alan!!!” “Hidup Si Alan…Budikusumah!!!” “Hidup
SUSI SUSANTI!!!” “Pokonya sepanjang kaga nyenggol gue….hiduplah!!!”
Aku tidak hanya
tersenyum membaca tulisan seperti itu. Aku seperti merasakan kelegaan para
penulisnya. Lega oleh sesuatu setelah menyuarakan perasaannya. Meski menurutku
tidak baik memaki seperti itu. Tapi di ruangan tertutup seperti WC Umum, siapapun
cenderung memaki sesuatu yang di luar sana tidak bisa dimakinya.
Minggu berikutnya ketika
aku pulang bekerja, tulisan lainnya terbaca.
“Menteri... Ketua
Partey... Ketua MK... KORUPSI... fuck you!!!!” “Teroris adalah penuduh
teroris!!” “AMERIKA tai kucing!!!”
Di dinding sebelah lain
ada tulisan yang berbaris ke bawah.
“RAKYAT Sekarat!!!
KONGLOMERAT main
sikatt!!
PEJABAT Hidup nikmatt!!”
Besoknya di bawah
tulisan berbaris itu berjajar juga tulisan yang sama berbaris ke bawah. Aku
rasa tulisan respon itu tidak selalu komentar. Temanya malah berlainan. Tapi
bentuk tulisan seringkali hampir sama.
“Pencuri kecil
dipenjara!!!”
Pencuri besar kaya
raya!!!”
“Yang miskin makin
miskin
Yang kaya makin kaya!!!”
“Salah sendiri luh...
Mau jadi orang miskin!!!”
Dan sederet tulisan
lainnya yang males rasanya untuk dipindahkan seluruhnya ke cerita ini.
Karena terlalu banyak. Karena terlalu memuakkan. Tapi anehnya, aku senang
membacanya. Seperti ada sesuatu yang terlepas. Seperti ada yang membantu
meneriakkan kemuakan.
Hampir setiap hari aku
menemukan tulisan baru. Mulai dari sekedar pernyataan bahwa si penulis pernah
singgah di WC Umum itu sampai caci-maki seperti “Partey Brengsek!!!!” atau
gambar porno wanita telanjang atau orang bersetubuh.
Aku tidak tahu siapa
saja penulis tulisan-tulisan itu. Karena setiap orang yang masuk ke WC Umum
itu, sepanjang yang kuperhatikan, selalu berwajah tenang. Datang grasa-grusu
(mungkin kebelet) dan keluar dengan wajah menampakkan kelegaan luar biasa.
Penampilan luar memang seringkali berbeda dengan gejolak di dalam.
Sehari menjelang hari
kemerdekaan, WC Umum itu akan dicat oleh penjaganya. Semua tulisan hilang. Tapi
besoknya, ketika orang-orang bersiap-siap upacara bendera, akan terbaca tulisan
baru:
1945: MERDEKA ATAU
MATI!!!
2016: SENGSARA ATAU
KORUPSI!!!
Itulah
tulisanku yang setiap tahun selalu bernafsu menjadi penulis pertama WC Umum
itu. []
Fajar
Sumatera, Jumat, 5 Februari 2016
No comments:
Post a Comment