Friday, February 5, 2016

WC Umum

Cerpen Yus R Ismail


SEKALI waktu, masuklah ke WC Umum di persimpangan pasar dan perkantoran. Aku salah seorang pelanggannya. Entah karena apa, setiap ingin buang air kecil, aku selalu menahannya untuk dibuang selepasnya di WC Umum itu. Barangkali aku ketagihan kencing di situ.

Awalnya, saat sedang memancarkan air seni, mataku iseng menangkap banyak tulisan di dinding.

“Hidup Amran!” Tulisan dengan spidol hitam itu, besoknya ditambahin di bawahnya. “Hidup Yogi!”, “Hidup Roni!”, “Asep Juga Hidup!!”, “Pokoknya HIDUP SEMUANYA!!!”  

Pasti penulis kata-kata itu berbeda orangnya. Bentuk tulisannya memang mengisyaratkan itu. “Hidup Yogi!” terlihat lebih rapi dari yang lainnya. “Pokoknya HIDUP SEMUANYA!!!” ditulis dengan arang dan lebih besar hurup-hurupnya.

Di atas kloset yang di sudut, ada puisi dengan krayon gambar.

“Rina, mengapa cintaku kau telantarkan
aku menunggumu di depan kios ikan
sampai kaki kesemutan
nyatanya kau tlah meninggalkan

                                yang merana
                                    Ridwan”

Di bawahnya berderet komentar. “Cinta memang BAJINGAN!” “Kalau takut tertusuk duri, jangan petik setangkai mawar…” “Cengeng luh! Kalo kagak ada si Rina! Cari aja si Rani!”

Minggu berikutnya, di atas semua tulis itu ada huruf besar-besar dengan arang. “Jangan Mengotori Tembok ini Goblok!!!” Besoknya segera ada komentar di bawahnya. “Kamu yang tutulisan, anjing!” “Dasar semuanya babi, gajah, harimau, ular, tikus, dan teman2nya!!!!!!!!”

Aku tersenyum membacanya. Selalu begitu. Minimal aku selalu terhibur setelah membaca tulisan-tulisan di dinding WC Umum ini. Lebih jauhnya, setelah membaca tulisan-tulisan lainnya, aku merasa ada sesuatu yang melegakan. Seperti kebelet ingin kencing kemudian tersalurkan di tempat yang tepat.

Seperti suatu hari aku mendapatkan sebuah tulisan di dinding sebelah lain.

“HIDUUPPP ….. BURUH INDONESIA!!!!!” Tulisan dengan hurup besar itu ditulis dengan pilok. Mungkin penulisnya sudah mempersiapkannya. Karena bila tidak terencana, buat apa membawa pilok ke dalam WC Umum?

Besoknya di bawah tulisan itu ada tulisan lainnya. “Polisi Sialan!” “DPR Sialan!” “Pengacara Sialan!” “Politikus…Pasti Si … Alan!!!” “Hidup Si Alan…Budikusumah!!!” “Hidup SUSI SUSANTI!!!” “Pokonya sepanjang kaga nyenggol gue….hiduplah!!!”

Aku tidak hanya tersenyum membaca tulisan seperti itu. Aku seperti merasakan kelegaan para penulisnya. Lega oleh sesuatu setelah menyuarakan perasaannya. Meski menurutku tidak baik memaki seperti itu. Tapi di ruangan tertutup seperti WC Umum, siapapun cenderung memaki sesuatu yang di luar sana tidak bisa dimakinya.  

Minggu berikutnya ketika aku pulang bekerja, tulisan lainnya terbaca.

“Menteri... Ketua Partey... Ketua MK... KORUPSI... fuck you!!!!” “Teroris adalah penuduh teroris!!” “AMERIKA tai kucing!!!”

Di dinding sebelah lain ada tulisan yang berbaris ke bawah.

“RAKYAT Sekarat!!!

KONGLOMERAT main sikatt!!

PEJABAT Hidup nikmatt!!”  

Besoknya di bawah tulisan berbaris itu berjajar juga tulisan yang sama berbaris ke bawah. Aku rasa tulisan respon itu tidak selalu komentar. Temanya malah berlainan. Tapi bentuk tulisan seringkali hampir sama.

“Pencuri kecil dipenjara!!!”

Pencuri besar kaya raya!!!”

“Yang miskin makin miskin

Yang kaya makin kaya!!!”

“Salah sendiri luh...

Mau jadi orang miskin!!!”

Dan sederet tulisan lainnya yang males rasanya untuk dipindahkan  seluruhnya ke cerita ini. Karena terlalu banyak. Karena terlalu memuakkan. Tapi anehnya, aku senang membacanya. Seperti ada sesuatu yang terlepas. Seperti ada yang membantu meneriakkan kemuakan.

Hampir setiap hari aku menemukan tulisan baru. Mulai dari sekedar pernyataan bahwa si penulis pernah singgah di WC Umum itu sampai caci-maki seperti “Partey Brengsek!!!!” atau gambar porno wanita telanjang atau orang bersetubuh.

Aku tidak tahu siapa saja penulis tulisan-tulisan itu. Karena setiap orang yang masuk ke WC Umum itu, sepanjang yang kuperhatikan, selalu berwajah tenang. Datang grasa-grusu (mungkin kebelet) dan keluar dengan wajah menampakkan kelegaan luar biasa. Penampilan luar memang seringkali berbeda dengan gejolak di dalam.

Sehari menjelang hari kemerdekaan, WC Umum itu akan dicat oleh penjaganya. Semua tulisan hilang. Tapi besoknya, ketika orang-orang bersiap-siap upacara bendera, akan terbaca tulisan baru:

1945: MERDEKA ATAU MATI!!!

2016: SENGSARA ATAU KORUPSI!!!

Itulah tulisanku yang setiap tahun selalu bernafsu menjadi penulis pertama WC Umum itu. []


Fajar Sumatera, Jumat, 5 Februari 2016

No comments:

Post a Comment