Cerpen Budi Hatees
KITA akhirnya terpisah meskipun tidak menghendakinya. Perpisahan itu berlangsung bertahun-tahun hingga saya tidak lagi punya keyakinan bahwa suatu saat kita akan bertemu. Saya pun tidak lagi mencarimu ketika pada hari yang cemerlang itu kau muncul di halaman rumah dengan niat hendak membeli salah satu lukisan yang saya buat.
Hari itu, 1958 pada almanak. Kau pergi ke kanan, saya bergerak ke kiri. Saya ingin ke kanan, tapi sebuah kekuatan memaksa agar saya ke kiri. Kau tahu kekuatan itu? Moncong senapan SS diarahkan ke punggung saya. Saya tahu tak ada peluruh pada magazin, tapi saya ketakutan bukan main. Bukan karena senapan serbu itu, tapi karena orang yang memegangnya, yang mengarahkan moncongnya ke punggung saya, adalah Ja Soimbangon.
KITA akhirnya terpisah meskipun tidak menghendakinya. Perpisahan itu berlangsung bertahun-tahun hingga saya tidak lagi punya keyakinan bahwa suatu saat kita akan bertemu. Saya pun tidak lagi mencarimu ketika pada hari yang cemerlang itu kau muncul di halaman rumah dengan niat hendak membeli salah satu lukisan yang saya buat.
Hari itu, 1958 pada almanak. Kau pergi ke kanan, saya bergerak ke kiri. Saya ingin ke kanan, tapi sebuah kekuatan memaksa agar saya ke kiri. Kau tahu kekuatan itu? Moncong senapan SS diarahkan ke punggung saya. Saya tahu tak ada peluruh pada magazin, tapi saya ketakutan bukan main. Bukan karena senapan serbu itu, tapi karena orang yang memegangnya, yang mengarahkan moncongnya ke punggung saya, adalah Ja Soimbangon.