Friday, May 22, 2015

Sajak-sajak Aan Frimadona Roza

Di Stasiun Way Tuba

Pukul empat sore lebih dua-dua  menit adalah waktu menunggu:
Masinis menerka-nerka waktu.
Lelaki berkemeja kotak-kotak dengan ransel dipunggung hibuk pada janji-janjinya,
Wanita paruh baya dengan kebaya coklat tua duduk nanar menenteng harapan-harapan
Sementara barisan besi tua berjajar  tanpa penghujung yang jelas,
Sebab pada stasiun pemberhentian akan datang tak tentu berjumpa.
Gerimis kismis tiba saat matahari lari dari timur.
Tak ada lalu lalang.

Way Kanan, Maret 2012



Sang Peminta-minta di Gerbong D

Aku peminta-minta dengan wajah lusuh mengusung harapan-harapan
Sebab mimpi  jauh untuk diselesaikan.
Saban senja tiba, Ibu menunggu pada balai bambu yang menua di makan usia:
Secangkir air putih dan beberapa peganan penghantar aku tiba.
Ibu kali ini salah tafsir:
Kereta melaju cepat aku tak sempat merapat pada pemberhentian.
penumpang juga enggan menebalkan kangen, katanya gagap untuk menjumpai.
kami adalah sekumpulan orang yang kalah pada cinta, ujar mereka.
Sedangkan aku sebal dengan kasih.

Way Kanan, Februari 2012



Pada Pemberhentian Labuhan

Menjumpaimu adalah waktu dimana lebah usai menanam madu pada jelang musim kemarau.
Di labuhan sebuah stasiun pemberhentian aku datang,
Menunggumu butuh beberapa bab  untuk membaca ceritamu
Memahami kata per kata,kalimat bahkan tanda-tanda:
Koma, pada setiap hela nafasmu,
Seru, menegaskan setiap langkahmu,
Petik, ujaran-ujaran setiap makna bahasamu,
Juga titik dimana pemberhentian pada stasiun labuhan ini kamu datang.
Sepasang camar terbang, matahari mencemarinya dengan cahaya,
kita menuju barat tempat dimana gelap mengejar  sampai lelap.

Way Kanan, Februari 2012



Di Jembatan Rel Negeri Agung

Penghubung yang menyatukan seberang utara dan selatan adalah besi tua yang berkarat,Tak ada lelah mengusung  beban,  ujar cemara  yang mulai merangas di bantaran rel yang berjajar tak jauh darinya. Pernah juga lelaki membasuh wajahnya mungkin lelah setelah  laju kereta yang tiba-tiba berhenti, ujar way umpu yang setia menemani  sepanjang jembatan rel negeri agung. Marah, kangen,lelah,bahagia bercampur pada wajah orang-orang digerbong terakhir ekpress.

Tatkala waktu menunggu sebelum laju kereta selatan berpapasan dari utara, ada kabar: kesal yang mengurat, setia yang menunda, lelah yang berkeringat juga bahagia yang kemarau.

Ketika pelan-pelan laju kereta berangkat nyeberang maka akan tunai semuanya. sementara jembatan rel negeri agung tetap kukuh pada darmanya walau debu yang mengarat berjatuhan dibawa arus way umpu, biar berbagi cinta, katanya.

Way Kanan, Februari 2012



----------
Aan Frimadona Roza, mengajar di SMPN 4 Baradatu, Kabupaten Way Kanan, Lampung.  Beberapa puisi pernah dimuat di beberapa media.


Fajar Sumatera, Jumat, 22 Mei 2015.


1 comment: