Friday, May 29, 2015

Pedro yang Menghilang

Cerpen Alex R Nainggolan

SEBENARNYA aku lama telah mengenalnya. Tepatnya, ada sebagian dari kehidupanku yang pernah kuhabiskan bersamanya. Pedro, seseorang yang energik, gemar menikmati senja, tak mempersoalkan segala masalah hidup. Baginya, hidup adalah hidup sendiri. Enjoy  aja! Demikianlah ia senantiasa berucap. Tak perlu dibawa rumit, tak usah dibuat sulit. Ia orang yang enak dijadikan sebagi kawan. Dan segalanya, ketika bersamanya jadi penuh warna. Dimana ia kerap menjelma jadi spidol dengan beragam warna untuk menorehkan dalam kehidupan. Ya, kehidupanku!

Maka aku bersamanya terbiasa menghabiskan waktu luang. Acap takjub pada segala peristiwa sederhana yang lintas di hadapan. Untuk sebuah hujan yang turun, katakanlah, ia seperti membeberkan keajaiban tersendiri. Ia suka membiarkan tajam tatapan matanya berumah di antara genang air, membiarkan udara dingin membalut tubuhnya yang terhitung kurus. Bahkan berulang kali pula, ia mandi hujan! Suatu hal yang mengingatkanku pada masa kanak-kanak. Bukankah hujan kerap meninggalkan keajaibannya pada siapa saja?

Sajak-sajak Beni Setia

Pro Literasi. Jepara

kartini pandai membaca kondisi
di kesekitaran

mengungkapkannya pada bungkam
aksara lembar majalah,

pada hamparan koran, pada rahmat
yang mengeja surat

harapan sunyi yang mengembara
--kekal melintas waktu

persis seperti yang diteriakkan di
gua sunyi--baca …

2015

Friday, May 22, 2015

Misteri Rumah Tua

Cerpen Tita Tjindarbumi

DAN cerita itu pun tak berhenti sampai di situ. Orang-orang yang tidak percaya bahwa rumah tua itu berpenghuni, kini mulai merasa ketakutan. Bila saja penghuninya adalah manusia, mungkin tak membuat hati mereka kebat-kebit setiap kali melewati rumah tua yang kian lama terlihat semakin menyeramkan.

Malam kian larut. Sesekali terdengar lolong panjang anjing milik saudagar China yang letaknya tiga rumah dari rumah tua itu. Gedung tinggi berlantai tiga itu berdiri angkuh, kokoh tetapi pintunya jarang dibuka. Konon di rumah itu hidup encek tua penjaga rumah. Pemilik rumahnya jarang pulang. Hanya suara anjing yang berjumlah lima yang setiap malam ramai melolong, bersahutan seperti sedang dirundung malang. Terkadang lolongnya menyayat membuat bulu kuduk berdiri.

Sajak-sajak Aan Frimadona Roza

Di Stasiun Way Tuba

Pukul empat sore lebih dua-dua  menit adalah waktu menunggu:
Masinis menerka-nerka waktu.
Lelaki berkemeja kotak-kotak dengan ransel dipunggung hibuk pada janji-janjinya,
Wanita paruh baya dengan kebaya coklat tua duduk nanar menenteng harapan-harapan
Sementara barisan besi tua berjajar  tanpa penghujung yang jelas,
Sebab pada stasiun pemberhentian akan datang tak tentu berjumpa.
Gerimis kismis tiba saat matahari lari dari timur.
Tak ada lalu lalang.

Way Kanan, Maret 2012